BAB I
PENDAHULUAN
Amphibi merupakan hewan dengan kelembaban kulit yang tinggi, tidak tertutupi oleh rambut dan mampu hidup di air maupun di darat. Amphibia berasal dari bahasa Yunani yaitu Amphi yang berarti dua dan Bios yang berarti hidup. Karena itu amphibi diartikan sebagai hewan yang mempunyai dua bentuk kehidupan yaitu di darat dan di air. Pada umumnya, amphibia mempunyai siklus hidup awal di perairan dan siklus hidup kedua adalah di daratan ( Zug, 1993).
Pada fase berudu amphibi hidup di perairan dan bernafas dengan insang. Pada fase ini berudu bergerak menggunakan ekor. Pada fase dewasa hidup di darat dan bernafas dengan paru-paru. Pada fase dewasa ini amphibi bergerak dengan kaki. Perubahan cara bernafas yang seiring dengan peralihan kehidupan dari perairan ke daratan menyebabkan hilangnya insang dan rangka insang lama kelamaan menghilang. Pada anura, tidak ditemukan leher sebagai mekanisme adaptasi terhadap hidup di dalam liang dan bergerak dengan cara melompat (Zug, 1993).
Amphibia memiliki kelopak mata dan kelenjar air mata yang berkembang baik. Pada mata terdapat membrana nictitans yang berfungsi untuk melindungi mata dari debu, kekeringan dan kondisi lain yang menyebabkan kerusakan pada mata. Sistem syaraf mengalami modifikasi seiring dengan perubahan fase hidup. Otak depan menjadi lebih besar dan hemisphaerium cerebri terbagi sempurna. Pada cerebellum konvulasi hampir tidak berkembang. Pada fase dewasa mulai terbentuk kelenjar ludah yang menghasilkan bahan pelembab atau perekat. Walaupun demikian, tidak semua amphibi melalui siklus hidup dari kehidupan perairan ke daratan. Pada beberapa amphibi, misalnya anggota Plethodontidae, tetap tinggal dalam perairan dan tidak menjadi dewasa. Selama hidup tetap dalam fase berudu, bernafas dengan insang dan berkembang biak secara neotoni. Ada beberapa jenis amphibi lain yang sebagian hidupnya berada di daratan, tetapi pada waktu tertentu kembali ke air untuk berkembang biak. Tapi ada juga beberapa jenis yang hanya hidup di darat selama hidupnya. Pada kelompok ini tidak terdapat stadium larva dalam air (Duellman and Trueb, 1986).
Adapun ciri-ciri umum anggota amphibia adalah sebagai berikut:
1. Memilliki anggota gerak yang secara anamotis pentadactylus, kecuali pada apoda yang anggota geraknya terduksi.
2. Tidak memiliki kuku dan cakar, tetapi ada beberapa anggota amphibia yang pada ujung jarinya mengalami penandukan membentuk kuku dan cakar, contoh Xenopus sp..
3. Kulit memiliki dua kelenjar yaitu kelenjar mukosa dan atau kelenjar berbintil ( biasanya beracun).
4. Pernafasan dengan insang, kulit, paru-paru.
5. Mempunyai sistem pendengaran, yaitu berupa saluran auditory dan dikenal dengan tympanum.
6. Jantung terdiri dari tiga lobi ( 1 ventrikel dan 2 atrium)
7. Mempunyai struktur gigi, yaitu gigi maxilla dan gigi palatum.
8. Merupakan hewan poikiloterm.
(Duellman and Trueb, 1986)
BAB II
PEMBAHASAN
A. SISTEMATIKA
Anggota amphibia terdiri dari 4 ordo yaitu Urodela (Salamander), Apoda (Caecilia), dan Anura ( katak dan kodok), Proanura (telah punah). Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut:
Ordo anura atau katak mudah dikenali dari tubuhnya yang seperti sedang berjongkok, leher tidak jelas. Tubuh katak tersususn dari tiga bagian (1) kepala (2) badan (3) anggota gerak,kepalanya pipih lebar begitu juga dengan mulutnya memiliki lidah yang panjang dan lengket yang berfungsi untuk menangkap mangsa , pangkal lidah terdapat di depan dan ujung lidah di belakang mulut. Giginya terdapat pada langit-langit mulut yang disebut gigi vormer, matanya yang besar menonjol di sisi kepala, terdapat du kelopak yaitu atas dan bawah tetapi sulit digerakkan, sebagai gantinya katak memiliki selaput bening tipis yang disebut selaput niktitans , pada ujung depan atas mulut erdapat lubang hidung yang dapat menutup saat menyelam di air. Di bagian sisi belakang mata terdapat selaput gendang telinga yang disebut membran tympani. Badan katak juga lebar memiliki dua pasang anggota gerak (kaki) , bagian depan lebih kecil dan pendek dari kaki bagian belakang. Jari kaki depan ada empat sedangkan jari kaki belakang ada lima, untuk memudahkan berenang pada bagian diantara jari-jarinya terdapat slaput renang. Kulit katak selalu di basahi oleh kelenjar kulit yang menghasilkan lendir. Ordo Anura dibagi menjadi 27 famili, yaitu: Ascaphidae, Leiopelmatidae, Bombinatoridae, Discoglossidae, Pipidae, Rhinophrynidae,Megophryidae, Pelodytidae, Pelobatidae, Allophrynidae, Bufonidae, Branchycephalidae,Centrolenidae, Heleophrynidae, Hylidae, Leptodactylidae, Myobatrachidae, Pseudidae, Rhinodermatidae, Sooglossidae, Arthroleptidae, Dendrobatidae, Hemisotidae, Hyperoliidae, Microhylidae, Ranidae, Rachoporidae,( Pough et. al.,1998). Ada 5 Famili yang terdapat di indonesia yaitu Bufonidae, Megophryidae, Ranidae, Microhylidae dan Rachoporidae.
Gambar 1 (Bufo melanostictus)
Tulang rangka ordo Anura :
Anatomi ordo Anura :
Morfologi berudu ordo Anura :
2. Ordo Caudata
Caudata disebut juga urodela. Ordo ini mempunyai ciri bentuk tubuh memanjang, mempunyai anggota gerak dan ekor serta tidak memiliki tympanum. Tubuh dapat dibedakan antara kepala, leher dan badan. Beberapa spesies mempunyai insang dan yang lainnya bernafas dengan paru-paru. Pada bagaian kepala terdapat mata yang kecil dan pada beberapa jenis, mata mengalami reduksi. Fase larva hampir mirip dengan fase dewasa. Anggota ordo Urodela hidup di darat akan tetapi tidak dapat lepas dari air. Pola persebarannya meliputi wilayah Amerika Utara, Asia Tengah, Jepang dan Eropa. Urodella mempunyai 3 sub ordo yaitu Sirenidea, Cryptobranchoidea dan Salamandroidea. Sub ordo Sirenidae hanya memiliki 1 famili yaitu Sirenidae, sedangkan sub ordo Cryptobranchoidea memiliki 2 famili yaitu Cryptobranchidae dan Hynobiidae. Sub ordo Salamandroidea memiliki 7 famili yaitu Amphiumidae, Plethodontidae, Rhyacotritoniade, Proteidae, Ambystomatidae, Dicamptodontidae dan Salamandridae. ( Pough et. al., 1998)
Salamander memiliki tubuh yang memanjang dan memiliki ekor. Sebagian besar Salamander memiliki empat kaki, meskipun tungkai pada beberapa spesies akuatik jelas sekali mereduksi. Ada 2 kecenderungan yang cukup menonjol dalam proses evolusi Salamander yaitu hilangnya (mereduksi) paru-paru serta adanya paedomorphosis (adanya karakteristik larva pada Salamander dewasa) (Pough et al., 1998). Sangat mengherankan jika suatu hewan terestrial dapat bertahan hidup tanpa adanya paru-paru akan tetapi pada family terbesar Salamander yaitu Plethodontidae memiliki karakteristik tidak adanya paru-paru. Tidak adanya paru-paru mungkin terjadi pada Salamander karena kulit Salamander memungkinkan terjadinya pertukaran gas. Beberapa penjelasan telah disusun untuk menunjukkan keuntungan dari hilangnya paru-paru pada Plethodontidae, hipotesis yang paling mudah diterima berkaitan dengan evolusi hilangnya paru-paru adalah spesialisasi dari apparatus hyoideus yang terdapat di dalam tenggorokan sebagai suatu mekanisme dalam menjulurkan lidah untuk menangkap mangsa. Kartilago hyoideus merupakan bagian dari alat bantu pernapasan pada Salamander yang memiliki paru-paru. Jadi pada Plethodontidae, apparatus hyoideus yang seharusnya berperan sebagai alat bantu pernapasan jika dia memiliki paru-paru mengalami modifikasi menjadi mekanisme penjuluran lidah untuk menangkap mangsa dikarenakan paru-paru mereduksi. Anggota dari Pletodhontidae yang mampu menjulurkan lidah lebih jauh daripada panjang kepala dan tubuh dikelompokkan dalam Bolitoglossine (Pough et al., 1998). Paedomorphosis adalah salah satu contoh dari fenomena evolusi yang disebut dengan heterochrony. Herterochorny terkait dengan perubahan waktu dan tingkat dari proses perkembangan (terutama dalam masa embryonik) yang merubah bentuk tubuh hewan dewasanya. Hewan dewasa yang paedomorphic biasanya memiliki habitat aquatic dan memiliki karakteristik larva seperti adanya insang luar, hilangnya kelopak mata serta perubahan pola gigi dewasanya. Paedomorphosis merupakan karakteristik pada beberapa Salamander aquatic seperti Proteidae. Pada family lain, seperti Ambystomatidae, beberapa spesies paedomorphic tetap bermetamorfosis menjadi Salamander dewasa yang terrestrial (Pough et al., 1998). Cau data atau Urodela mempunya anggota sekitar 350 spesies, tersebar terbatas di belahan bumi utara; Amerika Utara, Amerika Tengah, Asia Tengah (Cina, Jepang) dan Eropa. Bentuk tubuh setiap anggota Salamander sangat berbeda, sehingga mudah untuk mengidentifikasi. Kebanyakan family-family dari urodela terdapat di amerika dan tidak terdapat di Indonesia. Sebagian besar masa hidupnya di darat. Pembuahan ada yang eksternal dan ada yang internal. Reproduksinya ovipar dan ovovivipar. Ciri yang lainnya yaitu tidak memiliki tympanum, mempunyai insang atau tanpa insang dan mata kecil atau mereduksi (Pough et al., 1998).
Salamander merupakan kelompok Amphibia yang berekor. Semua anggota dari family ini memiliki ekor yang panjang, tubuh silinder yang memanjang serta kepala yang berbeda. Sebagian besar memiliki tungkai yang berkembang dengan baik, biasanya pendek tergantung pada ukuran tubuh. Tengkoraknya mereduksi dikarenakan adanya beberapa bagian yang menghilang. Sebagian besar anggotanya memiliki fertilisasi internal meski tak satu pun anggota dari family ini yang memiliki organ kopulasi. Fertilisasi internal terjadi ketika jantan mendepositkan spermatopora yang kemudian akan diterima oleh betina melalui bibir kloakanya (Zug, 1993).
Salamander merupakan kelompok Amphibia yang berekor. Semua anggota dari family ini memiliki ekor yang panjang, tubuh silinder yang memanjang serta kepala yang berbeda. Sebagian besar memiliki tungkai yang berkembang dengan baik, biasanya pendek tergantung pada ukuran tubuh. Tengkoraknya mereduksi dikarenakan adanya beberapa bagian yang menghilang. Sebagian besar anggotanya memiliki fertilisasi internal meski tak satu pun anggota dari family ini yang memiliki organ kopulasi. Fertilisasi internal terjadi ketika jantan mendepositkan spermatopora yang kemudian akan diterima oleh betina melalui bibir kloakanya (Zug, 1993).
Morfologi ordo Urodela :
Tulang Rangka ordo urodela :
Anatomi dalam ordo urodela :
3. Ordo Gymnophiona
Ordo ini mempunyai anggota yang ciri umumnya adalah tidak mempunyai kaki sehingga disebut Apoda. Tubuh menyerupai cacing (gilig), bersegmen, tidak bertungkai, dan ekor mereduksi. Hewan ini mempunyai kulit yang kompak, mata tereduksi, tertutup oleh kulit atau tulang, retina pada beberapa spesies berfungsi sebagai fotoreseptor. Di bagian anterior terdapat tentakel yang fungsinya sebagai organ sensory. Kelompok ini menunjukkan 2 bentuk dalam daur hidupnya. Pada fase larva hidup dalam air dan bernafas dengan insang. Pada fase dewasa insang mengalami reduksi, dan biasanya ditemukan di dalam tanah atau di lingkungan akuatik. Fertilisasi pada Caecilia terjadi secara internal. ( Webb et.al, 1981). Ordo Caecilia mempunyai 5 famili yaitu Rhinatrematidae, Ichtyopiidae, Uraeotyphilidae, Scolecomorphiidae, dan Caecilidae. Famili Caecilidae mempunyai 3 subfamili yaitu Dermophinae, Caecilinae dan Typhlonectinae. ( Webb et.al, 1981). Famili yang ada di indonesia adalah Ichtyopiidae. Anggota famili ini mempunyai ciri-ciri tubuh yang bersisik, ekornya pendek, mata relatif berkembang. Reproduksi dengan oviparous. Larva berenang bebas di air dengan tiga pasang insang yang bercabang yang segera hilang walaupun membutuhkan waktu yang lama di air sebelum metamorphosis. Anggota famili ini yang ditemukan di indonesia adalah Ichtyophis sp., yaitu di propinsi DIY.
Anatomi tulang kepala ordo Gymnophiona :
4. Ordo Proanura
Anggota-anggota ordo ini tidak dapat diketemukan atau dapat dikatakan telah punah. Anggota-anggota ordo ini hidupnya di habitat akuatik sebagai larva dan hanya sedikit saja yang menunjukkan perkembangan ke arah dewasa. Ciri-ciri umumnya adalah mata kecil, tungkai depan kecil, tanpa tungkai belakang, kedua rahang dilapisi bahan tanduk, mempunyai 3 pasang insang luar dan paru-paru mengalami sedikit perkembangan. Amphibi ini tidak menunjukkan adanya dua bentuk dalam daur hidupnya. (Duellman and Trueb, 1986).
Ada 5 Famili yang terdapat di indonesia yaitu Bufonidae, Megophryidae, Ranidae, Microhylidae dan Rachoporidae. Adapun penjelasan mengenai kelima famili tersebut adalah sebagai berikut:
a. Bufonidae
Famili ini sering disebut kodok sejati. Ciri-siri umumnya yaitu kulit kasar dan berbintil, terdapat kelenjar paratoid di belakang tympanum dan terdapat pematang di kepala. Mempunyai tipe gelang bahu arciferal. Sacral diapophisis melebar. Bufo mempunyai mulut yang lebar akan tetapi tidak memiliki gigi. Tungkai belakang lebih panjang dari pada tungkai depan dan jari-jari tidak mempunyai selaput. Fertilisasi berlangsung secara eksternal. Famili ini terdiri dari 18 genera dan kurang lebih 300 spesies. Beberapa contoh famili Bufo yang ada di Indonesia antara lain: Bufo asper, Bufo biporcatus, Bufo melanosticus dan Leptophryne borbonica ( Eprilurahman, 2007 ).
b. Megophryidae
Ciri khas yang paling menonjol adalah terdapatnya bangunan seperti tanduk di atas matanya, yang merupakan modifikasi dari kelopak matanya. Pada umumnya famili ini berukuran tubuh kecil. Tungkai relatif pendek sehingga pergerakannya lambat dan kurang lincah. Gelang bahu bertipe firmisternal. Hidup di hutan dataran tinggi. Pada fase berudu terdapat alat mulut seperti mangkuk untuk mencari makan di permukaan air. Adapun contoh spesies anggota famili ini adalah Megophrys montana dan Leptobranchium hasselti ( Eprilurahman, 2007).
c. Ranidae
Famili ini sering disebut juga katak sejati. Bentuk tubuhnya relatif ramping. Tungkai relatif panjang dan diantara jari-jarinya terdapat selaput untuk membantu berenang. Kulitnya halus, licin dan ada beberapa yang berbintil. Gelang bahu bertipe firmisternal. Pada kepala tidak ada pematang seperti pada Bufo. Mulutnya lebar dan terdapat gigi seperti parut di bagian maxillanya. Sacral diapophysis gilig. Fertilisasi secara eksternal dan bersifat ovipar. Famili ini terdiri dari 36 genus. Adapun contoh spesiesnya adalah: Rana chalconota, Rana hosii, Rana erythraea, Rana nicobariensis, Fejervarya cancrivora, Fejervarya limnocharis, Limnonectes kuhli, Occidozyga sumatrana ( Eprilurahman, 2007).
d. Microhylidae
Famili ini anggotanya berukuran kecil, sekitar 8-100 mm. Kaki relatif panjang dibandingkan dengan tubuhnya. Terdapat gigi pada maxilla dan mandibulanya, tapi beberapa genus tidak mempunyai gigi. Karena anggota famili ini diurnal, maka pupilnya memanjang secara horizontal. Gelang bahunya firmisternal. Contoh spesiesnya adalah: Microhyla achatina ( Eprilurahman, 2007).
e. Rachoporidae
Famili ini sering ditemukan di areal sawah. Beberapa jenis mempunyai kulit yang kasar, tapi kebanyakan halus juga berbintil. Tipe gelang bahu firmisternal. Pada maksila terdapat gigi seperti parut. Terdapat pula gigi palatum. Sacral diapophysis gilig. Berkembang biak dengan ovipar dan fertilisasi secara eksternal ( Eprilurahman, 2007).
B. HABITAT DAN PERSEBARANNYA
Amphibi muncul pada pertengahan periode Jura, pra era Paleozoik sebagai vertebrata yang tertua. Kebanyakan Amfibi adalah hewan tropis, karena sifatnya yang poikiloterm atau berdarah dingin. Amphibi memerlukan sinar matahari untuk mendapatkan panas ke tubuhnya, karena tidak bisa memproduksi panas sendiri. Oleh karena itu banyak amphibi yang ditemukan di wilatah tropis dan sub tropis, termasuk di seluruh indonesia.
Amphibi umumnya merupakan makhluk semi akuatik, yang hidup di darat pada daerah yang terdapat air tawar yang tenang dan dangkal. Tetapi ada juga amphibi yang hidup di pohon sejak lahir sampai mati, dan ada juga yang hidup di air sepanjang hidupnya. Amphibi banyak ditemukan di areal sawah, daerah sekitar sungai, rawa, kolam, bahkan di lingkungan perumahan pun bisa ditemukan.
C. REPRODUKSI
Reproduksi pada amphibi ada dua macam yaitu secara eksternal pada anura pada umumnya dan internal pada Ordo Apoda. Proses perkawinan secara eksternal dilakukan di dalam perairan yang tenang dan dangkal. Di musim kawin, pada anura ditemukan fenomena unik yang disebut dengan amplexus, yaitu katak jantan yang berukuran lebih kecil menempel di punggung betina dan mendekap erat tubuh betina yang lebih besar. Perilaku tersebut bermaksud untuk menekan tubuh betina agar mengeluarkan sel telurnya sehingga bisa dibuahi jantannya. Amplexus bisa terjadi antara satu betina dengan 2 sampai 4 pejantan di bagian dorsalnya dan sering terjadi persaingan antar pejantan pada musim kawin. Siapa yang paling lama bertahan dengan amplexusnya, dia yang mendapatkan betinanya. Amphibi berkembang biak secara ovipar, yaitu dengan bertelur, namun ada juga beberapa famili amphibi yang vivipar, yaitu beberapa anggota ordo apoda.(Duellman and Trueb, 1986).
DAFTAR PUSTAKA
Duellman, W. E. and L. Trueb. 1986. Biology of Amphibians. McGraw – Hill Book Company. New York
Eprilurahman, 2007. Frogs and Toads of Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. International Seminar Advances in Biological Science. Fakultas Bilogi UGM
Iskandar, D. T. and E. Colijn. 2000. Preliminary Checklist of Southeast Asian and New Guinean Herpetofauna: Amphibians. Treubia 31 (3): 1-133.
Pough, F. H, et. al. 1998. Herpetology. Prentice-Hall,Inc. New Jersey. Pp. 37-131
Zug, George R. 1993. Herpetology : an Introductory Biology of Ampibians and Reptiles. Academic Press. London, p : 357 – 358.
0 comments:
Post a Comment