cara custom domain ke blogspot title

Cara setting domain ke blogspot

akses custom domain blogspot tanpa www

akses blogspot tanpa menggunakan www

cara membersihkan cookiecache

membersihkan cache pada browser anda

cara custom sub domain ke blogspot

menggunakan sub domain untuk blogspot

mengalihkan domain ID ke hosting Blogspot

domain .ID di arahkan ke blogspot tanpa hosting

Wednesday 20 April 2011

PEMANFAATAN INSEMINASI BUATAN (IB) UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS SAPI


BAB I
PENDAHULUAN

Produksi sapi potong selama tahun 2005, hingga tahun 2009 meningkat sekitar 4,4% per tahun, namun belum mampu memenuhi kebutuhan daging sapi. Selain itu penyediaan daging sapi tahun 2005-2009 pun mengalami peningkatan tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri. Sebanyak 40% daging sapi masih dipenuhi dari impor (Ditjen Peternakan, 2009). Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Penyediaan daging sapi


2005
2006
2007
2008

2009


Populasi sapi (juta ekor)

10,7

10,9

11,5

11,8

12,0


Penyediaan daging sapi local
(ribu ekor)

217,0

260,0

260,0

183,0

264,0


Penyediaan daging ex; sapi
bakalan impor (ribu ekor)




55,1
57,1
89,1
97,6
58,1

Total penyediaan daging sapi
(ribu ton)

272,1
317,1
272,1
313,6
322,1

Faktor penghambat yang diduga sebagai penyebab rendahnya produktivitas ternak di Indonesia adalah manajemen pemeliharaan yang belum optimal, yang ditandai dengan sistem pemeliharaan bersifat ekstensif (tradisional), usaha sambilan (non agribusiness oriented) dan tidak memperhatikan input produksi. Selain itu, system pemuliaan dan seleksi yang tidak terarah sehingga mengakibatkan kinerja ternak sangat beragam. Hal lainnya adalah pencapaian kecukupan daging sapi masih masih mengandalkan anggaran pemerintah dan belum melibatkan peran swasta dan masyarakat; rendahnya produktivitas sapi akibat jarak beranak 21 bulan dan kelahiran 21 %; dan belum berkembangnya usaha/industri perbibitan sapi (Ditjen Peternakan, 2009). Untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan melalui penerapan teknologi inseminasi buatan (IB). Teknologi ini digunakan untuk peningkatan produksi dan perbaikan mutu genetik ternak serta sebagai alat dalam pelaksanaan kebijakan pemuliaan secara nasional.

IB diterapkan di Indonesia sejak tahun 1953 pada ternak sapi perah, kemudian pada sapi potong dan kerbau. Walaupun hasilnya sampai saat ini sudah dirasakan oleh masyarakat yang ditandai dengan tingginya harga jual dari ternak hasil IB, namun demikian pelaksanaannya di lapangan belum optimal sehingga hasilnya (tingkat kelahiran) dari tahun ke tahun berfluktuasi. Tingkat kelahiran hasil IB pada sapi potong dan kerbau berfluktuasi setiap tahunnya.

Untuk menghindari timbulnya pro dan kontra di kalangan masyarakat mengenai penerapan IB pada ternak, maka makalah ini akan menguraikan tentang peranan teknologi IB dalam pembinaan produksi peternakan ditinjau dari aspek salah satu filsafat, yaitu bioetika.
 

BAB II
PEMBAHASAN
      A .  PENGETIAN IB

IB adalah proses memasukkan sperma ke dalam saluran reproduksi betina dengan tujuan untuk membuat betina jadi bunting tanpa perlu terjadi perkawinan alami. Konsep dasar dari teknologi ini adalah bahwa seekor pejantan secara alamiah memproduksi puluhan milyar sel kelamin jantan (spermatozoa) per hari, sedangkan untuk membuahi satu sel telur (oosit) pada hewan betina diperlukan hanya satu spermatozoon. Potensi terpendam yang dimiliki seekor pejantan sebagai sumber informasi genetik, apalagi yang unggul dapat dimanfaatkan secara efisien untuk membuahi banyak betina (Hafez, 1993).

Namun dalam perkembangan lebih lanjut, program IB tidak hanya mencakup pemasukan semen ke dalam saluran reproduksi betina, tetapi juga menyangkut seleksi dan pemeliharaan pejantan, penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencatatan dan penentuan hasil inseminasi pada hewan/ternak betina, bimbingan dan penyuluhan pada peternak. Dengan demikian pengertian IB menjadi lebih luas yang mencakup aspek reproduksi dan pemuliaan, sehingga istilahnya menjadi artificial breeding (perkawinan buatan). Tujuan dari IB itu sendiri adalah sebagai satu alat yang ampuh yang diciptakan manusia untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak secara kuantitatif dan kualitatif (Toelihere, 1985).
    
      B.     SEJARAH IB
IB pada hewan peliharaan telah lama dilak sedangkan ukan sejak berabad-abad yang lampau. Seorang pangeran arab yang sedang berperang pada abad ke-14 dan dalam keadaan tersebut kuda tunggangannya sedang mengalami birahi. Kemudian dengan akar cerdiknya, sang pangeran dengan menggunakan suatu tampon kapas, sang pangeran mencuri semen dalam vagina seekor kuda musuhnya yang baru saja dikawinkan dengan pejantan yang dikenal cepat larinya.Tampon tersebut kemudian dimasukan ke dalam vagina kuda betinanya sendiri yang sedang birahi. Alhasil ternyata kuda betina tersebut menjadi bunting dan lahirlah kuda baru yang dikenal tampan dan cepat larinya. Inilah kisa awal tentang IB, dan setelah itu tidak lagi ditemukan catatan mengenai pelaksanaan IB atau penelitian ke arah pengunaan teknik tersebut.

Penelitian ilmiah pertama dalam bidang inseminasi buatan pada hewan piarann dialkukan oleh ahli fisiologi dan anatomi terkenal Italia, yaitu Lazzaro Spallanzani pada tahun 1780. Dia berhasil menginseminasi amphibia, yang kemudian memutuskan untuk melakukan percobaan pada anjing. Anjing yang dipelihara di rumahnya setelah muncul tanda-tanda birahi dilakukan inseminasi dengan semen yang dideposisikan langsung ke dalam uterus dengan sebuah spuit lancip. Enam puluh hari setelah inseminasi, induk anjing tersebut melahirkan anak tiga yang kesemuanya mirip dengan induk dan jantan yang dipakai semennya. Dua tahun kemudian (1782) penelitian spallanzani tersebut diulangi oleh P. Rossi dengan hasil yang memuaskan. Semua percobaan ini membuktikan bahwa kebuntingan dapat terjadi dengan mengunakan inseminasi dan menghasilkan keturunan normal.

Spallanzani juga membuktikan bahwa daya membuahi semen terletak pada spermatozoa, bukan pada cairan semen. Dia membuktikannya dengan menyaring semen yang baru ditampung. Cairan yang tertinggal di atas filter mempunyai daya fertilisasi tinggi. Peneliti yang sama pada tahun 1803, menyumbangkan pengetahuannya mengenai pengaruh pendinginan terhadap perpanjangan hidup spermatozoa. Dia mengamati bahwa semen kuda yang dibekukan dalam salju atau hawa dimusim dingin tidak selamanya membunuh spermatozoatozoa tetapi mempertahankannya dalam keadaaan tidak bergerak sampai dikenai panas dan setelah itu tetap bergerak selama tujuh setengah jam. Hasil penemuannya mengilhami peneliti lain untuk lebih mengadakan penelitian yang mendalam terhadap sel-sel kelamin dan fisiologi pembuahan. Dengan jasa yang ditanamkannya kemudian masyarakat memberikan gelar kehormatan kepada dia sebagai Bapak Inseminasi.

Perkenalan pertama IB pada peternakan kuda di Eropa, dilakukan oleh seorang dokter hewan Perancis, Repiquet (1890). Dia menasehatkan pemakaian teknik tersebut sebagai suatu cara untuk mengatasi kemajiran. Hasil yang diperoleh masih kurang memuaskan, masih banyak dilakukan penelitian untuk mengatasinya, salah satu usaha mengatasi kegagalan itu, Prof. Hoffman dari Stuttgart, Jerman, menganjurkan agar dilakukan IB setelah perkawinan alam. Caranya vagina kuda yang telah dikawinkan dikuakkan dan dengan spuit diambil semennya. Semen dicampur dengan susu sapi dan kembali diinsemiasikan pada uterus hewan tersebut. Namun diakui cara ini kurang praktis untuk dilaksanakan. Pada tahun 1902, Sand dan Stribold dari Denmark, berhasil memperoleh empat konsepsi dari delapan kuda betina yang di IB. Mereka menganjurkan IB sebagai suatu cara yang ekonomis dalam pengunaan dan penyebaran semen dari kuda jantan yang berharga dan memajukan peternakan pada umumnya.

Kemajuan pesat dibidang IB, sangat dipercepat dengan adanya penemuan teknologi pembekuan semen sapi yang disponsori oleh C. Polge, A.U. Smith dan A.S. Parkes dari Inggris pada tahun 1949. Mereka berhasil menyimpan semen untuk waktu panjang dengan membekukan sampai -79 0C dengan mengunakan CO2 pada (dry ice) sebagai pembeku dan gliserol sebagai pengawet. Pembekuan ini disempurnakan lagi, dengan dipergunakannya nitrogen cair sebagai bahan pembeku, yang menghasilkan daya simpan yang lebih lama dan lebih praktis, dengan suhu penyimpanan -169 0C.

Inseminasi Buatan pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada awal tahun 1950-an oleh Prof. B. Seit dari Denmark di Fakultas Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Dalam rangka rencana kesejahteraan istimewa (RKI) didirikanlah beberpa satsiun IB di beberapa daerah di jawa Tengah (Ungaran dan Mirit/Kedu Selatan), Jawa Timur (Pakong dan Grati), Jawa Barat (Cikole/Sukabumi) dan Bali (Baturati). Juga FKH dan LPP Bogor, difungsikan sebagai stasiun IB untuk melayani daerah Bogor dan sekitarnya, Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu bersifat hilang, timbul sehingga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat.

Kekurang berhasilan program IB antara tahun 1960-1970, banyak disebabkan karena semen yang digunakan semen cair, dengan masa simpan terbatas dan perlu adanya alat simpan sehingga sangat sulit pelaksanaanya di lapangan. Disamping itu kondisi perekonomian saat itu sangat kritis sehingga pembangunan bidang peternakan kurang dapat perhatian.

Dengan adanya program pemerintah yang berupa Rencana Pembangunan Lima Tahun yang dimulai tahun 1969, maka bidang peternakan pun ikut dibangun. Tersedianya dana dan fasilitas pemerintah akan sangat menunjang peternakan di Indonesia, termasuk program IB. Pada awal tahun 1973 pemerintah measukan semen beku ke Indonesia. Dengan adanya semen beku inilah perkembangan IB mulai maju dengan pesat, sehingga hampir menjangkau seluruh provinsi di Indonesia.

Semen beku yang digunakan selama ini merupakan pemberian gratis pemerintah Inggris dan Selandia Baru. Selanjutnya pada tahun 1976 pemerintah Selandia Baru membantu mendirikan Balai Inseminasi Buatan, dengan spesialisasi memproduksi semen beku yang terletak di daerah Lembang Jawa Barat. Setahun kemudian didirikan pula pabrik semen beku kedua yakni di Wonocolo Suranaya yang perkembangan berikutnya dipindahkan ke Singosari Malang Jawa Timur.

Hasil evaluasi pelaksanaan IB di Jawa, tahun 1972-1974 menunjukkan angka konsepsi yang dicapai selama dua tahun tersebut sangat rendah yaitu antara 21,3 – 38,92 persen. Dari survei ini disimpulkan juga bahwa titik lemah pelaksaan IB, tidak terletak pada kualitas semen, tidak pula pada keterampilan inseminator, melainkan sebagian besar terletak pada ketidak suburan ternak-ternak betina itu sendiri. Ketidak suburan ini banyak disebabkan oleh kekurangan pakan, kelainan fisiologi anatomi dan kelainan patologik alat kelamin betina serta merajalelanya penyakit kelamin menular. Dengan adanya evaluasi terebut maka perlu pula adanya penyemopurnaan bidang organisasi IB, perbaikan sarana, intensifikasi dan perhatian aspek pakan, manajemen, pengendalian penyakit.


     C.    FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IB

Penerapan bioteknologi IB pada ternak ditentukan oleh empat faktor utama, yaitu semen beku, ternak betina sebagai akseptor IB, keterampilan tenaga pelaksana (inseminator) dan pengetahuan zooteknis peternak. Keempat faktor ini berhubungan satu dengan yang lain dan bila salah satu nilainya rendah akan menyebabkan hasil IB juga akan rendah, dalam pengertian efisiensi produksi dan reproduksi tidak optimal (Toelihere, 1997).

Permasalahan utama dari semen beku adalah rendahnya kualitas semen setelah dithawing, yang ditandai dengan terjadinya kerusakan pada ultrastruktur, biokimia dan fungsional spermatozoa yang menyebabkan terjadi penurunan motilitas dan daya hidup, kerusakan membran plasma dan tudung akrosom, dan kegagalan transport dan fertilisasi. Ada empat faktor yang diduga sebagai penyebab rendahnya kualitas semen beku, yaitu (1) perubahan-perubahan intraseluler akibat pengeluaran air yang bertalian dengan pembentukan kristal-kristal es; (2) cold-shock (kejutan dingin) terhadap sel yang dibekukan; (3) plasma semen mengandung egg-yolk coagulating enzyme yang diduga enzim fosfolipase A yang disekresikan oleh kelenjar bulbourethralis; dan (4) triglycerol lipase yang juga berasal dari kelenjar bulbourethralis dan disebut SBUIII. Pengaruh yang ditimbulkan akibat fenomena di atas adalah rendahnya kemampuan fertilisasi spermatozoa yang ditandai oleh penurunan kemampuan sel spermatozoa untuk mengontrol aliran Ca 2+ (Bailey dan Buhr, 1994). Padahal ion kalsium memainkan peranan penting dalam proses kapasitasi dan reaksi akrosom spermatozoa. Kedua proses ini harus dilewati oleh spermatozoa selama dalam saluran reproduksi betina sebelum membuahi ovum.

Permasalahan pada kambing betina (akseptor IB) dalam kaitannya dengan kinerja reproduksi adalah: (1) variasi dalam siklus berahi dan lama berahi, (2) variasi dalam selang beranak (kidding interval) yang berkaitan dengan involusi uterus; dan (3) gejala pseudopregnancy (kebuntingan semu).

Faktor terpenting dalam pelaksanaan inseminasi adalah ketepatan waktu pemasukan semen pada puncak kesuburan ternak betina. Puncak kesuburan ternak betina adalah pada waktu menjelang ovulasi. Waktu terjadinya ovulasi selalu terkait dengan periode berahi. Pada umumnya ovulasi berlangsung sesudah akhir periode berahi. Ovulasi pada ternak sapi terjadi 15-18 jam sesudah akhir berahi atau 35-45 jam sesudah munculnya gejala berahi. Sebelum dapat membuahi sel telur yang dikeluarkan sewaktu ovulasi, spermatozoa membutuhkan waktu kapasitasi untuk menyiapkan pengeluaran enzimenzim zona pelucida dan masuk menyatu dengan ovum menjadi embrio (Hafez, 1993). Waktu kapasitasi pada sapi, yaitu 5-6 jam (Bearden dan Fuqual, 1997). Oleh sebab itu, peternak dan petugas lapangan harus mutlak mengetahui dan memahami kapan gejala birahi ternak terjadi sehingga tidak ada keterlambatan IB. Kegagalan IB menjadi penyebab membengkaknya biaya yang harus dikeluarkan peternak.

Apabila semua faktor di atas diperhatikan diharapkan bahwa hasil IB akan lebih tinggi atau hasilnya lebih baik dibandingkan dengan perkawinan alam (Tambing, 2000). Hal ini berarti dengan tingginya hasil IB diharapkan efisiensi produktivitas akan tinggi pula, yang ditandai dengan meningkatnya populasi ternak dan disertai dengan terjadinya perbaikan kualitas genetik ternak, karena semen yang dipakai berasal dari pejantan unggul yang terseleksi. Dengan demikian peranan bioteknologi IB terhadap pembinaan produksi peternakan akan tercapai.

       D.    MANFAAT PENERAPAN IB

Manfaat penerapan bioteknologi IB pada ternak (Hafez, 1993) adalah sebagai
  berikut :
       1.      Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan;
       2.      Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik;
       3.      Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding);
       4.      Dengan peralatan dan teknologi yang baik spermatozoa dapat simpan dalam jangka waktu yang lama;
       5.       Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan
telah mati.
       6.      Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik
pejantan terlalu besar;
       7.      Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan
dengan hubungan kelamin.

 
      E.     PENERAPAN IB DITINJAU DARI ASPEK BIOETIKA

Dalam pandangan bioetika, penerapan bioteknologi reproduksi IB berhubungan erat dengan aspek kesehatan dan penyelamatan dari kepunahan ternak asli (animalwelfare). Problem utama dalam sistem animal welfare dalam kaitannya dengan penerapan bioteknologi adalah efisiensi produksi. Problem ini berkaitan erat pula dengan beberapa faktor, diantaranya (1) ekspresi gen (pertumbuhan yang cepat atau produksi susu tinggi), (2) teknik perkawinan, dan (3) mutasi gen (Christiansen dan Sandoe, 2000). Dampak negatif yang akan timbul apabila penerapan bioteknologi IB tidak terkontrol dalam kaitannya dengan animal welfare, seperti :
a)      Hilangnya/punahnya ternak lokal akibat terkikis oleh munculnya ternak persilangan (crossbred animal). Hal ini bisa muncul karena persepsi masyarakat (petani/peternak) yang lebih menyukai ternak persilangan karena pertumbuhannya lebih cepat dan dampak akhirnya adalah nilai jual yang tinggi.
b)      Dapat menyebabkan stress dan menimbulkan resiko pada animal welfare. Pemilihan pejantan sebagai sumber semen yang tidak tepat (kemungkinan mengandung gen lethal) akan menimbulkan beberapa dampak negatif, antara lain masa kebuntingan lebih panjang, meningkatnya kejadian kesulitan melahirkan (distokia) dan tingginya frekuensi gen anomali dan anak yang dilahirkan memiliki bobot lahir yang melebihi ukuran normal dan penurunan daya reproduksi.
c)      Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka tidak akan terjadi terjadi kebuntingan;
d)     Akan terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang digunakan berasal dari pejantan dengan breed / turunan yang besar dan diinseminasikan pada sapi betina keturunan / breed kecil;
e)      Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama;
f)       Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu progeny test).
g)      Apabila identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka tidak akan terjadi terjadi kebuntingan;
h)      Akan terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang digunakan berasal dari pejantan dengan breed / turunan yang besar dan diinseminasikan pada sapi betina keturunan / breed kecil;
i)        Bisa terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari pejantan yang sama dalam jangka waktu yang lama;
j)        Dapat menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan donor tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu progeny test).
k)      Hilangnya keanekaragaman akibat dipertahankan alel yang sama pada populasi ( hilangnya gen), sehingga rentan terhadap penyakit bila alel resisten hilang.

Namun demikian dampak negatif tersebut dapat ditanggulangi melalui upaya konservasi in-situ dimana petani/peternak ikut serta di dalamnya. Program konservasi insitu yang telah dilakukan pada ternak lokal antara lain : (1) mengisolasi bangsa ternak lokal dalam suatu lokasi tertutup dan dilakukan upaya pemurniannya, (2) mendatangkan pejantan unggul yang sejenis dengan bangsa ternak lokal tersebut untuk dilakukan program perkawinan dengan ternak lokal yang telah diisolasi, (3) melakukan program pemuliaan dan seleksi dengan ketat, dan (4) mengaplikasikan program IB dengan menggunakan semen yang berasal dari pejantan unggul. Hal yang terpenting adalah upaya dari petugas dan petani dalam mencatat (recording) identitas semen induk dan turunannya, serta adanya bank sperma yang untuk semua ternak lokal atau non local sehingga tidak terjadi kemusnahan.

 
      F.     KESIMPULAN

Ditinjau dari aspek bioetika, penerapan bioteknologi IB (Inseminasi Buatan) mampu mencegah terhadap hilangnya atau punahnya ternak-ternak lokal (animal welfare) dan meningkatkan produktivitas ternak bila dikelola dengan baik.



DAFTAR PUSTAKA

Bailey, J.L and M.M Burh. 1994. Cryopreservation alters the Ca2+ flux of bovine spermatozoa. Can. J. Anim. Sci. 74: 45-51.
           Beaden, H.J. and J.W. Fuqual. 1997. Applied Animal Reproduction. Reston Publishing Co., Inc. Prentice Hall Co. Reston Virginia.
           Christiansen, S.B. and P. Sandøe. 2000. Bioethics : limits to the interference with life. Anim.        Reprod. Sci, 60-61 : 15-29.
          Ditjen Peternakan. 2009. Renstra Kecukupan Daging Sapi Tahun 2010-2-14. Semnas        Pengembangan Ternak Potong untuk Mewujudkan Program Kecukupan/ Swasembada Daging, Fafet UGM. Yogyakarta.
           Hafez, E.S.E. 1993. Artificial insemination. In: HAFEZ, E.S.E. 1993. Reproduction in Farm        Animals. 6 th Ed. Lea & Febiger, Philadelphia. pp. 424-439.
           Senger, PL. 2003. Artificial insemination technique in the cow.Pathways to Pregnancy and           Parturition. Page 274.
             Toelihere, M.R. 1985. Inseminasi Buatan pada Ternak. Edisi ke-2. Angkasa, Bandung. 292 hal.
           Toelihere, M.R. 1997. Peranan Bioteknologi Reproduksi Dalam Pembinaan Produksi         Peternakan di Indonesia. Disampaikan pada Pertemuan Teknis dan Koordinasi Produksi (PERTEKSI) Peternak Nasional T.A. 1997/1998, Ditjennak di Cisarua-Bogor 4-6 Agustus 1997.

ABORTUS


                  A.    PENGERTIAN
Gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran prematur.
Dalam ilmu kedokteran, istilah-istilah ini digunakan untuk membedakan aborsi:
·         Spontaneous abortion: gugur kandungan yang disebabkan oleh trauma kecelakaan atau sebab-sebab alami.
·         Induced abortion atau procured abortion: pengguguran kandungan yang disengaja. Termasuk di dalamnya adalah:
o    Therapeutic abortion: pengguguran yang dilakukan karena kehamilan tersebut mengancam kesehatan jasmani atau rohani sang ibu, terkadang dilakukan sesudah pemerkosaan.
o    Eugenic abortion: pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang cacat.
o    Elective abortion: pengguguran yang dilakukan untuk alasan-alasan lain.
            Dalam bahasa sehari-hari, istilah "keguguran" biasanya digunakan untuk spontaneous abortion, sementara "aborsi" digunakan untuk induced abortion.
                       B.     KLASIFIKASI ABORTUS

1.      Abortus spontanea
Abortus spontanea merupakan abortus yang berlangsung tanpa tindakan, dalam hal ini dibedakan sebagai berikut:
                               I.            Abortus imminens, Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.

a)      Abortus imminen adalah perdarahan bercak yang menunjukkan ancaman terhadap kelangsungan sauatu kehamilan. Dalam kondisi seperti ini kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan. (Syaifudin. Bari Abdul, 2000) Abortus imminen adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 20 minggu, tanpa tanda-tanda dilatasi serviks yang meningkat ( Mansjoer, Arif M, 1999). Abortus imminen adalah pengeluaran secret pervaginam yang tampak pada paruh pertama kehamilan ( William Obstetri, 1990.

b)      Etiologi Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu :
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasanya menyebabkan abortus pada   kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah :Kelainan kromosom,Lingkungan sekitar tempat impaltasi kurang    sempurna Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan tembakau dan alkohol
2.      kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun
3.   faktor maternal seperti pneumonia, typus, anemia berat, keracunan dan toksoplasmosis.
4. kelainan traktus genetalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester kedua), retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.

c)      Gambaran Klinis
1. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu
2. pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat
3. perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil konsepsi
4. rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat kontraksi uterus
5. pemeriksaan ginekologi :
   a. Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil                                                konsepsi, tercium bau busuk dari vulva
b. Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah                        tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.
c. Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.
d. Patofisiologi Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.


                            II.            Abortus insipiens, Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
                         III.            Abortus inkompletus, Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
                         IV.            Abortus kompletus, semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.

     2 . Abortus provokatus
            Abortus provokatus merupakan jenis abortus yang sengaja dibuat/dilakukan, yaitu dengan cara menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya bayi dianggap belum dapat hidup diluar kandungan apabila usia kehamilan belum mencapai 28 minggu, atau berat badan bayi kurang dari 1000 gram, walaupun terdapat beberapa kasus bayi dengan berat dibawah 1000 gram dapat terus hidup. Pengelompokan Abortus provokatus secara lebih spesifik:
                                           I.            Abortus Provokatus Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus, abortus yang dilakukan dengan disertai indikasi medis. Di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi menyelamatkan nyawa ibu. Syarat-syaratnya:
    1.      Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.
      2.      Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum, psikologi).
      3.      Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
     4.      Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.
      5.      Prosedur tidak dirahasiakan.
      6.      Dokumen medik harus lengkap.
                                        II.            Abortus Provokatus Kriminalis, aborsi yang sengaja dilakukan tanpa adanya indikasi medik (ilegal). Biasanya pengguguran dilakukan dengan menggunakan alat-alat atau obat-obat tertentu.

C.      PENYEBAB ABORTUS
Penyebab secara umum:
·         Infeksi akut
1.      virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis.
2.      Infeksi bakteri, misalnya streptokokus.
3.      Parasit, misalnya malaria.
·         Infeksi kronis
1.      Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua.
2.      Tuberkulosis paru aktif.
3.      Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll.
4.      Penyakit kronis, misalnya :
a)      hipertensi
b)      nephritis
c)      diabetes
d)     anemia berat
e)      penyakit jantung
f)       toxemia gravidarum
5.      Gangguan fisiologis, misalnya Syok, ketakutan, dll.
6.      Trauma fisik.
·         Penyebab yang bersifat lokal:
3.      Retroversi kronis.
4.      Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga menyebabkan hiperemia dan abortus.

                  D.    ALASAN UNTUK MELAKUKAN TINDAKAN ABORTUS PROVOKATUS

1)      Abortus Provokatus Medisinalis
a.       Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang terus menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).
b.      Mola Hidatidosa atau hidramnion akut.
c.       Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
d.      Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada tubuh seperti kanker payudara.
e.       Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
f.       Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
g.      Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung organik dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif, toksemia gravidarum yang berat.
h.      Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai komplikasi vaskuler, hipertiroid, dan lain-lain.
i.        Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.
j.        Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.
k.      Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini, sebelum melakukan tindakan abortus harus dikonsultasikan dengan psikiater.

2)      Abortus Provokatus Kriminalis
Abortus provokatus kriminalis sering terjadi pada kehamilan yang tidak dikehendaki. Ada beberapa alasan wanita tidak menginginkan kehamilannya:
a.       Alasan kesehatan, di mana ibu tidak cukup sehat untuk hamil.
b.      Alasan psikososial, di mana ibu sendiri sudah enggan/tidak mau untuk punya anak lagi.
c.       Kehamilan di luar nikah.
d.      Masalah ekonomi, menambah anak berarti akan menambah beban ekonomi keluarga.
e.       Masalah sosial, misalnya khawatir adanya penyakit turunan, janin cacat.
f.       Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau akibat incest (hubungan antar keluarga).
g.      Selain itu tidak bisa dilupakan juga bahwa kegagalan kontrasepsi juga termasuk tindakan kehamilan yang tidak diinginkan.

                  E.     AKIBAT ABORTUS PROVOKATUS KRIMINALIS

1)      Perforasi
            Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu ada kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus, yang dapat menjurus ke rongga peritoneum, ke ligamentum latum, atau ke kandung kencing. Oleh sebab itu, letak uterus harus ditetapkan lebih dahulu dengan seksama pada awal tindakan, dan pada dilatasi serviks tidak boleh digunakan tekanan berlebihan. Kerokan kuret dimasukkan dengan hati-hati, akan tetapi penarikan kuret ke luar dapat dilakukan dengan tekanan yang lebih besar. Bahaya perforasi ialah perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus diawasi dengan seksama dengan mengamati keadaan umum, nadi, tekanan darah, kenaikan suhu, turunnya hemoglobin, dan keadaan perut bawah. Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda bahaya, sebaiknya dilakukan laparatomi percobaan dengan segera. Luka pada serviks uteri Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka dapat timbul sobekan pada serviks uteri yang perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada ostium uteri internum, maka akibat yang segera timbul ialah perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan timbulnya incompetent cerviks.
Pelekatan pada kavum uteri Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman. Sisa-sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium jangan sampai terkerok, karena hal itu dapat mengakibatkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila pada suatu tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi. Perdarahan Kerokan pada kehamilan yang sudah agak tua atau pada mola hidatidosa terdapat bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya dilakukan transfusi darah dan sesudah itu, dimasukkan tampon kasa ke dalam uterus dan vagina. Infeksi Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka bahaya infeksi sangat besar. Infeksi kandungan yang terjadi dapat menyebar ke seluruh peredaran darah, sehingga menyebabkan kematian. Bahaya lain yang ditimbulkan abortus kriminalis antara lain infeksi pada saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi kehamilan lagi. Lain-lain Komplikasi yang dapat timbul dengan segera pada pemberian NaCl hipertonik adalah apabila larutan garam masuk ke dalam rongga peritoneum atau ke dalam pembuluh darah dan menimbulkan gejala-gejala konvulsi, penghentian kerja jantung, penghentian pernapasan, atau hipofibrinogenemia. Sedangkan komplikasi yang dapat ditimbulkan pada pemberian prostaglandin antara lain panas, rasa enek, muntah, dan diare. Komplikasi yang Dapat Timbul Pada Janin: Sesuai dengan tujuan dari abortus itu sendiri yaitu ingin mengakhiri kehamilan, maka nasib janin pada kasus abortus provokatus kriminalis sebagian besar meninggal. Kalaupun bisa hidup, itu berarti tindakan abortus gagal dilakukan dan janin kemungkinan besar mengalami cacat fisik.

2)      Luka pada serviks uteri
      Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka dapat timbul sobekan pada serviks uteri yang perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada ostium uteri internum, maka akibat yang segera timbul ialah perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan timbulnya incompetent cerviks.

3)      Pelekatan pada kavum uteri
      Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman. Sisa-sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan miometrium jangan sampai terkerok, karena hal itu dapat mengakibatkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila pada suatu tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.

4)      Perdarahan
      Kerokan pada kehamilan yang sudah agak tua atau pada mola hidatidosa terdapat bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya dilakukan transfusi darah dan sesudah itu, dimasukkan tampon kasa ke dalam uterus dan vagina.

5)      Infeksi
      Apabila syarat asepsis dan antisepsis tidak diindahkan, maka bahaya infeksi sangat besar. Infeksi kandungan yang terjadi dapat menyebar ke seluruh peredaran darah, sehingga menyebabkan kematian. Bahaya lain yang ditimbulkan abortus kriminalis antara lain infeksi pada saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi kehamilan lagi.


                  F.      ASPEK HUKUM DAN MEDIKOLEGAL ABORTUS PROVOKATUS KRIMINALIS

            Ditinjau dari aspek hukum, pelarangan abortus justru tidak bersifat mutlak. Abortus buatan atau abortus provokatus dapat digolongkan ke dalam dua golongan yakni:
1. Abortus buatan legal Yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Populer juga disebut dengan abortus provocatus therapeticus, karena alasan yang sangat mendasar untuk melakukannya adalah untuk menyelamatkan nyawa ibu. Abortus atas indikasi medik ini diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan:
Pasal 15 dinyatakan sebagai berikut: Ayat (1) : Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu. Ayat (2) Butir a : Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu sebab tanpa tindakan medis tertentu itu,ibu hamil dan janinnya terancam bahaya maut. Butir b : Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian dan wewenang untuk melakukannya yaitu seorang dokter ahli kandungan seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan. Butir c : Hak utama untuk memberikan persetujuan ada ibu hamil yang bersangkutan kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya ,dapat diminta dari semua atau keluarganya. Butir d : Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan ditunjuk oleh pemerintah. Ayat (3) : Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanan dari pasal ini dijabarkan antara lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya,tenaga kesehatan mempunyai keahlian dan wewenang bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk.
2. Abortus Provocatus Criminalis ( Abortus buatan illegal ) Yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain untuk menyelamatkan atau menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Abortus golongan ini sering juga disebut dengan abortus provocatus criminalis karena di dalamnya mengandung unsur kriminal atau kejahatan. Beberapa pasal yang mengatur abortus provocatus dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP):
PASAL 299 1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak empat pulu ribu rupiah. 2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga. 3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian.
PASAL 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
PASAL 347 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. 2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
PASAL 348 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seseorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. 2) Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikarenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
PASAL 349 Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengn sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
PASAL 535 Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangn atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan : 1. Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun. 2. Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut diancam hukuman 12 tahun, dan jika ibu hamil itu mati diancam 15 tahun 3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara. 4. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk praktek dapat dicabut. Meskipun dalam KUHP tidak terdapat satu pasal pun yang memperbolehkan seorang dokter melakukan abortus atas indikasi medik, sekalipun untuk menyelamatkan jiwa ibu, dalam prakteknya dokter yang melakukannya tidak dihukum bila ia dapat mengemukakan alasan yang kuat dan alasan tersebut diterima oleh hakim (Pasal 48). Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan:
PASAL 80 Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)


                                                               DAFTAR PUSTAKA
            Apuranto, H dan Hoediyanto. 2006. Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal. Surabaya:        Bag. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran UNAIR.
           Chadha, P. Vijay.1995. Catatan kuliah ilmu forensic & toksikologi (Hand book of forensic           medicine & toxicology Medical jurisprudence). Jakarta : Widya Medika.
           Dewi, Made Heny Urmila. 1997. Aborsi Pro dan Kontra di Kalangan Petugas Kesehatan.             Jogjakarta: Pusat Penelitian Kependudukan UGM.
           Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono             Prawirohardjo.
           Pradono, Julianty et al. Pengguguran yang Tidak Aman di Indonesia, SDKI 1997. Jurnal Epidemiologi Indonesia. Volume 5 Edisi I-2001. hal. 14-19.
           Safe Motherhood Newsletter. Unsafe Abortion – A Worldwide Problem. Issue 28, 2000 (1).
          Utomo, Budi et al. Incidence and Social-Psychological Aspects of Abortion in Indonesia: A         Community-Based Survey in 10 Major Cities and 6 Districts, Year 2000. Jakarta: Center for Health Research University of Indonesia, 2001.
           World Health Organization. Unsafe Abortion: Global and Regional Estimates of Incidence of and Mortality due to Unsafe Abortion with a Listing of Available Country Data. Third Edition. Geneva: Division of Reproductive Health (Technical Support) WHO, 1998.
www.liputan6.com  Diakses tanggal 20 mei 2010
www.kompas.co.id Diakses tanggal 19 mei 2010
http://www.dunia-ibu.org/html/aborsi.html Diakses tanggal 21 mei 2010
http://aborsi.net/ Diakses tanggal 19 mei 2010