Saturday, 16 April 2011

LOKASI DAN WAKTU SENSASI RESEPTOR PENGECAP


LOKASI DAN WAKTU SENSASI RESEPTOR PENGECAP

Lidah mempunyai reseptor khusus yang berkaitan dengan rangsangan kimia. Lidah merupakan organ yang tersusun dari otot. Permukaan lidah dilapisi dengan lapisan epitelium yang banyak mengandung kelenjar lendir, dan reseptor pengecap berupa tunas pengecap. Tunas pengecap terdiri atas sekelompok sel sensori yang mempunyai tonjolan seperti rambut.Permukaan atas lidah penuh dengan tonjolan (papila). Tonjolan itu dapat dikelompokkan menjadi tiga macam bentuk, yaitu :
1.      Papilla bentuk benang (filiformis) disebut papilla peraba, tersebar di seluruh permukaan lidah
2.      Papilla bentuk dataran yang dikelilingi parit-parit atau berbentuk huruf V (sirkumvalata) disebut papilla pengecap, terdapat di dekat pangkal lidah atau di bagian tengah belakang yang peka terhadap rasa pahit
3.      Papilla bentuk jamur (fungiformis) disebut papilla pengecap, terdapat di tepi lidah bagian depan yang peka terhadap rasa manis, samping depan peka terhadap rasa asin, dan samping belakang peka terhadap rasa asam.

Tunas pengecap terdapat pada parit-parit papila bentuk dataran, di bagian samping dari papila berbentuk jamur, dan di permukaan papilla berbentuk benang. Pengecap merupakan fungsi utama taste buds dalam rongga mulut, namun indera pembau juga sangat berperan pada persepsi pengecap. Selain itu, tekstur makanan seperti yang dideteksi oleh indera pengecap taktil dari rongga mulut dan keberadaan elemen dalam makanan seperti merica, yang merangsang ujung saraf nyeri, juga berperan pada pengecap. Makna penting dari indera pengecap adalah bahwa fungsi pengecap memungkinkan manusia memilih makanan sesuai dengan keinginannnya dan mungkin juga sesuai dengan kebutuhan jaringan akan substansi nutrisi tertentu (Diah Savitri, 1997). Indera pengecap kurang lebih terdiri dari 50 sel epitel yang termodifikasi, beberapa di antaranya disebut sel sustentakular dan lainnya disebut sel pengecap. Sel pengecap terus menerus digantikan melalui pembelahan mitosis dari sel disekitarnya, sehingga beberapa di antaranya adalah sel muda dan lainnya adalah sel matang yang terletak ke arah bagian tengah indera dan akan segera terurai dan larut (Guyton, 1997).             
Lidah mempunyai lapisan mukosa yang menutupi bagian atas lidah, dan permukaannya tidak rata karena ada tonjolan-tonjolan yang disebut dengan papilla, pada papilla ini terdapat reseptor untuk membedakan rasa makanan. Apabila pada bagian lidah tersebut tidak terdapat papilla lidah menjadi tidak sensitif terhadap rasa (Lynch et al., 1994; Ganong, 1998; Budi, . 2004). Sel reseptor pengecap adalah sel epitel termodifikasi dengan banyak lipatan permukaan atau mikrovili, sedikit menonjol melalui poripori pengecap untuk meningkatkan luas permukaan sel yang terpajan dalam mulut. Membran plasma mikrovili mengandung reseptor yang berikatan secara selektif dengan molekul zat kimia. Hanya zat kimia dalam larutan atau zat padat yang telah larut dalam air liur yang dapat berikatan dengan sel reseptor. (Amerongen, 1991). Sensasi rasa pengecap timbul akibat deteksi zat kimia oleh resepor khusus di ujung sel pengecap (taste buds) yang terdapat di permukaan lidah dan palatum molle. Sel pengecap tetap mengalami perubahan pada pertumbuhan, mati dan regenerasi. Proses ini bergantung pada pengaruh saraf sensoris karena jika saraf tersebut dipotong maka akan terjadi degenerasi pada pengecap (Budi, . 2004; Boron,. 2005).
Pada umumnya indera rasa pengecap dianggap kurang penting dibandingkan indera lainnya, karena penurunan fungsi atau gangguan pengecap jarang berakibat fatal sehingga tidak mendapatkan perhatian medis khusus. Gangguan indera rasa pengecap dapat mengurangi kenikmatan hidup dan dapat menyebabkan penderita menjadi tidak nyaman karena mempengaruhi kemampuannya untuk menikmati makanan, minuman dan bau yang menyenangkan. Kelainan ini juga berpengaruh terhadap kemampuan penderita untuk mengenali bahan kimia yang berbahaya, sehingga dapat menimbulkan akibat yang serius (Wasjudi, 2000).
Pada manusia, indera rasa pengecap merupakan hal yang sangat berarti, karena dengan indera rasa pengecap tersebut dapat merasakan nikmat dan enaknya makanan serta minuman. Sensasi rasa pengecap timbul akibat adanya zat kimia yang berikatan pada reseptor indera rasa pengecap (taste buds) yang kebanyakan terdapat di permukaan lidah dan palatum molle. Hanya zat kimia dalam larutan atau zat padat yang telah larut dalam saliva yang dapat berikatan dengan sel reseptor (Budi Riyanto, 2004; Sherwood, 2001). Rangsangan sekresi saliva dapat secara mekanis misalnya dengan memakan makanan yang keras atau mengunyah permen karet, dan secara kimiawi misalnya oleh rangsangan rasa seperti asam, manis, asin, pahit (Amerongen, 1991). Hubungan yang terpenting dengan pengecap adalah kecenderungan indera rasa pengecap untuk melayani sensasi utama tertentu yang terletak di daerah khusus. Rasa manis dan asin terutama terletak pada ujung lidah, rasa asam pada dua pertiga bagian samping lidah, dan rasa pahit pada bagian posterior lidah dan palatum molle (Guyton, 1997). Rasa asin dibentuk oleh garam terionisasi yang kualitas rasanya berbeda-beda antara garam yang satu dengan yang lain karena garam juga membentuk sensasi rasa lain selain rasa asin. Garam akan menimbulkan rasa ketika ion natrium (Na+) masuk melalui kanal ion pada mikrovili bagian apikal (atas), selain masuk lewat kanal pada lateral (sisi) sel rasa (Diah Savitri, 1997; Kus Irianto. 2004).
Sel pengecap mengalami perubahan pada pertumbuhan, mati dan regenerasi. Proses ini bergantung dari pengaruh saraf sensoris karena jika saraf tersebut dipotong maka akan terjadi degenerasi pada pengecap. Taste buds yang dilayani oleh serat saraf sensoris adalah taste buds pada 2/3 lidah bagian anterior (papilla filiformis dan sebagian papilla fungiformis) dilayani oleh chorda tympani cabang dari N. Facialis (N.VII) (Ganong, 1998; Boron, 2005). Masing-masing papilla pengecap dipersarafi 50 serat saraf dan setiap serat saraf menerima masukan dari rata-rata 5 papilla pengecap. Papilla circumvalata yang lebih besar masing-masing mengandung sampai 100 papilla pengecap, biasanya terletak di sisi papilla, tetapi karena terbatasnya data maka disebutkan ada sekitar 200-250 taste buds per papilla circumvalata pada setiap individu dibawah usia 20 tahun, dan menurun hingga 200 taste buds atau kurang menjelang maturitas, dan kurang lebih 100 taste buds menjelang usia 75 tahun. Penelitian dengan mikroelektroda pada satu taste buds memperlihatkan bahwa setiap taste buds biasanya hanya merespon terhadap satu dari empat rangsang kecap primer, bila substansi pengecap berada dalam konsentrasi rendah. Pada konsentrasi tinggi, sebagian besar taste buds dapat dirangsang oleh dua, tiga atau bahkan empat rangsang pengecap primer dan juga oleh beberapa rangsang pengecap yang lain yang tidak termasuk dalam kategori primer (Diah Savitri,1997; Ganong, 1998). Pada orang usia lanjut, permukaan dorsal lidah cenderung menjadi lebih licin karena atrofi papilla lidah. Perubahan histopatologi pada lidah menunjukkan adanya atrofi papilla yang sering dimulai dari ujung lidah dan sisi lateral. Beberapa peneliti melaporkan jumlah taste buds yang terdapat pada papilla circumvalata berkurang yang menyebabkan menurunnya sensitivitas rasa. 
                              


                                      Daftar Pustaka

Amerongen AV Nieuw. 1991. Ludah dan Kelenjar Ludah. Abyono R.
Percetakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. hlm. 6-7,
173-8.
Boron WF, Boulpeap EL. 2005. Medical Physiology. Update Ed.
Sounders Comp. America. p. 327.
Budi Riyanto Wreksoatmodjo. 2004. Aspek Neurologik Gangguan Rasa
Pengecapan. Majalah Kedokteran Atma Jaya. 3(3). hlm. 155-6.
Diah Savitri Ernawati. 1997. Kelainan Jaringan Lunak Rongga Mulut
Akibat Proses Menua. Majalah Kedokteran Gigi (Dental Jurnal).
3(3). hlm. 112.
Ganong WF. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Widjajakusuma MJ.
Ed. ke-17. Penerbit EGC. Jakarta. hlm. 183-5.
Guyton AC, Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Irawati S.
Ed. ke-9. Penerbit EGC. Jakarta. hlm. 841-3.
Lynch MA, Brightman VJ, Greenberg MS. 1994. Ilmu Penyakit Mulut:
Diagnosis dan Terapi. Alih bahasa: Sianita K. Jilid 1. Ed. ke-8.
Percetakan Binarupa Aksara. Jakarta. hlm. 513, 518-19.
Sayuti Hasibuan. 1998. Keadaan-keadaan di Rongga Mulut yang Perlu
Diketahui pada Usia Lanjut. Majalah Kedokteran Gigi USU. No.4.
Januari. hlm. 43.
Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia. Alih bahasa: Santoso BI. Ed. ke-
2. Penerbit EGC. Jakarta. hlm. 189-90.
Wasjudi Nugroho. 2000. Keperawatan Gerontik. Ed. ke-2. Penerbit
EGC. Jakarta. hlm. 1, 13, 16-20.

1 comments: